PENGGUNAAN
METODE COOPERATIVE LEARNING
MODEL STAD DAPAT
MENINGKATKAN
KEBERSAMAAN
SISWA
Oleh : Marzuki, S.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan
tempat tinggal mereka, dengan kata lain lingkungan yang baik akan memberi
dampak positif pada prilaku manusia. Tetapi sebaliknya apabila lingkungan yang
kurang baik maka akan berpengaruh kurang baik pula terhadap prilaku manusianya.
Berkaitan dengan hal tersebut apabila diaplikasikan dalam proses belajar
mengajar di sekolah, peserta diarahkan ke suasana demokrasi agar potensi siswa
dapat berkembang dengan baik.
Menurut Dewey dan Thelan dalam Trianto,
(2007:45) “…sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah
laku demokrasi”. Suasana demokrasi yaitu suasana yang memungkinkan untuk
tumbuhkembangnya potensi-potensi siswa yang positif dan bermanfaat bagi
pembangunan bangsa, seperti halnya mengembangkan kreativitas siswa,
mengembangkan kemampuan berfikir, dan mengembangkan ketrampilan berinteraksi
dengan lingkungan.
Hal ini dalam pembelajaran di sekolah sangat
cocok dengan pembelajaran cooperative learning, yang mana siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil dan untuk beberapa pertemuan mereka tetap dalam
kelompoknya kemudian mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar
dapat berkerjasama dengan baik. Ketrampilan-ketrampilan itu di antaranya
kemampuan menyelesaikan masalah, kecakapan mengemukakan pendapat, kecakapan
menyikapi pendapat temannya, dan membantu teman yang memiliki kemampuan yang
kurang.
Pada dasarnya Pembelajaran cooperative
learning ini adalah untuk menciptakan susana belajar yang lebih hidup dan
nyaman. Hidup dalam pengertian, siswa yang lebih aktif di bandingkan cuma
mendengarkan penjelasan materi dari guru. Nyaman maksudnya adalah suasana
belajar yang tidak kaku karena dengan metode ini sesama siswa lebih leluasa
memberikan pendapat ataupun pertanyaan bahkan bisa memberikan ide di bandingkan
berkomunikasi dengan gurunya.
Dari paparan di atas sangatlah jelas untuk
bekerjasama perlu adanya hubungan yang baik walaupun mereka memiliki latar
belakang yang berbeda Perbedaan di sini bisa karena jenis kelamin laki-laki
atau perempuan, faktor kemampuan pandai atau kurang pandai, faktor lingkungan
keluarga, agama, suku adat budaya dan yang lainnya. Perbedaan ini, di kelas pun
ada dan ini sangat terlihat jelas antara kelompok siswa laki-laki dan kelompok
siswa perempuan dan ada juga siswa yang mau berbaur dengan teman sesama
jenisnya ada juga yang tidak, bahkan seperti ada diskriminasi sehingga menurut
peneliti metode cooperative learning cocok untuk diterapkan agar
kebersamaan lebih meningkat di dalam pembelajaran seni budaya khususnya seni
tari. Menurut peneliti jika perbedaan-perbedaan ini dibiarkan maka akan terjadi
pengelompokan-pengelompokan yang kurang positif dan dikhawatirkan akan lahir
prilaku-prilaku yang kurang baik. Untuk itu perlu adanya pembelajaran cooperative
learning.
Di dalam pembelajaran ini guru hanya sebagai
fasilitator saja atau memberi arahan-arahan apabila ada sesuatu yang belum
dipahami oleh siswa. Guru mengupayakan agar siswa lebih kreatif dan lebih
mengenal teman sekelompoknya atau teman sekelasnya.
Bagi siswa lingkungan sekolah bukan hanya
tempat menuntut ilmu tetapi juga tempat belajar berinteraksi dengan lingkungan
terutama lingkungan sosialnya, seperti belajar bergaul dengan teman sebayanya,
belajar bekerjasama, dan belajar memberi bantuan kepada temannya yang sedang
kesusahan. Hal ini berarti setelah belajar seni budaya khususnya seni tari
dengan menggunakan metode cooperative learning model STAD yang akan
dipakai dalam penelitian ini, itu tidak hanya kebersamaan siswa saja yang
meningkat tetapi harus ada perubahan sikap yang lebih baik sebagai salah satu
bekal dalam hidupnya.
Apabila sejak dini siswa dikenalkan dengan
sikap demokrasi, mudah-mudahan di masa yang akan datang kekerasan atau
diskriminasi tidak akan terjadi. Itu adalah salah satu ketertarikan peneliti
mengambil topik ini dan juga menurut peneliti pembelajaran cooperative leraning
di samping banyak sekali manfaatnya juga metode ini oleh peneliti dianggap
lebih efektif untuk mengatasi permasalahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan
ini adalah
1.
Apakah pengertian dari
metode cooperative learning model STAD?
2.
Apakah pengertian dari
kebersamaan?
3.
Bagaimanakah meningkatkan kebersamaan siswa dengan menggunakan metode cooperative
learning model STAD?
C. Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan permasalahan di atas, pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui :
1.
Pengertian dari metode
cooperative learning model STAD.
2.
Pengertian dari
kebersamaan.
3.
Cara/langkah meningkatkan kebersamaan siswa dengan menggunakan metode cooperative
learning model STAD.
D. Manfaat Pembahasan
Hasil pembahasan ini diharapkan mampu
memberikan masukan yang bermanfaat bagi :
1.
Siswa, dengan
Pembelajaran seni tari dengan menggunakan metode cooperative learning model
STAD mampu menumbuhkan kebersamaan dan sikap demokratis yang tinggi, rasa
tanggung jawab yang tinggi, kecerdasan dan wawasan yang luas terhadap seni
budaya dan semangat belajar sehingga hasil belajar akan lebih bermanfaat.
2.
Sekolah, hasil
penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai dapat menjadi bahan acuan
bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran seni budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metode Cooperative
Learning
Metode cooperative learning adalah
suatu cara atau strategi dalam menyampaikan pelajaran yang mana siswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil yang setiap kelompoknya terdiri dari empat atau
enam siswa secara heterogen baik dilihat dari berbagai segi kemampuan maupun
dari jenis kelaminnya. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses
berfikir dan kegiatan belajar.
Agar
kegiatan belajar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang
berisi pertannyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan bersama-sama
dengan teman sekelompoknya. Selama belajar siswa tetap tinggal dalam
kelompoknya untuk beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan
ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya,
seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman
sekelompoknya, membantu teman sekelompoknya yang lemah dan sebagainya.
Tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang di sajikan guru, dan
mereka saling membantu di antara teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan
materi tersebut. Apabila ada salah satu anggota kelompok yang belum menguasai
materi pelajaran maka belajar kelompok itu dikatakan belum selesai. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Ruskandi (2001:28) bahwa pengertian cooperative yaitu
“mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai
tim”. Kerjasama dalam satu tim harus kompak untuk itu dibutuhkan kerja sama
yang baik antar anggota kelompoknya agar tujuan dapat tercapai.
Untuk
dapat belajar bekerjasama dengan baik dibutuhkan hubungan sosial yang baik
sehingga akan melahirkan sikap kebersamaan di antara kelompoknya. Seperti
dikemukakan Ibrahim dkk dalam Trianto (2007:44) “Pembelajaran ini mempunyai
efek yang berarti terhadap keragaman ras, budaya, agama, strata sosial,
kemampuan, dan ketidak mampuan”. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran cooperative dapat menyatukan perbedaan latar belakang dan
ini merupakan bagian dari sikap kebersamaan. Menurut Eggen dan Kauchak dalam
(Trianto,2007:42) “Pembelajaran cooperative merupakan sebuah kelompok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama”.
Jadi pembelajaran ini merupakan sebuah usaha
untuk meningkatakan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya.
Di
samping itu juga pembelajaran cooperative ini dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir
kritis. Seperti apa yang dikemukakan oleh Trianto (2007:41) ”Pembelajaran cooperative
muncul dari konsep bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka berdiskusi dengan temannya”. Ini berarti bahwa siswa
akan lebih berani dan terbuka apabila berdiskusi dengan teman sekelompoknya.
Tidak menutup kemungkinan dalam satu kelompok ada yang tidak paham, untuk itu
guru harus selalu mengupayakan agar siswa tetap aktif.
Pembelajaran
yang bernaung pada teori konstruktivis ini, muncul dari konsep bahwa
siswa akan lebih mudah memecahkan masalah yang sulit jika mereka saling bekerja
sama dengan temannya. Sesulit apapun siswa akan merasa lebih ringan untuk
mengerjakannya dibandingkan mengerjakan sendiri karena potensi atau kemampuan
temannya berbeda-beda.
Agar
tidak jenuh atau bosan dalam metode pembelajaran, model cooperative learning
mempunyai beberapa model diantaranya model STAD, jigsaw, investigasi
kelompok, berfikir berpasangan, dan penomoran berfikir bersama. Adapun
model-model pembelajaran cooperative learning adalah sbb:
1.
Model STAD (Student
Team Achievement Division)
Cara belajar kelompok dimana setiap kelompokmya
beranggotakan 4-5 siswa yang kemudian bekerjasama untuk menyelesaikan persoalan
kelompoknya secara bersama sama. Adapun pemilihan ketua dalam kelompok itu
dipilih secara demokratis oleh peserta kelompoknya sendiri.
2.
Model Tim Ahli
(Jigsaw)
Cara belajar dimana setiap kelompok terdiri dari 5-6 siswa
yang masing-masing kelompok memiliki tim ahli-tim ahli dan tim ahli dari
beberapa kelompok ini berkumpul untuk membahas permasalahan yang sama dan
menyamakan pemahaman kemudia mereka kembali ke kelompoknya masing-masing dan
mensosialisasikan hasil bahasannya kepada teman-teman sekelompoknya.
3.
Model
Investigasi Kelompok
Siswa dibagi dalam kelompok kecil, kelompok ini dapat
dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang sama
dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan
melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan seluruh siswa sekelasnya.
4.
Model Think
Pair Share ( TPS ) atau berpikir berpasangan
Adalah jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa, dimana siswa diberi suatu pertanyaan yang berkaitan
dengan pelajaran, dan siswa didorong untuk berfikir sendiri beberapa menit
kemudian guru menyuruh siswa untuk mencari pasangan dan mendiskusikannya.
Selanjutnya melanjutkan dari pasangan kepasangan sampai sekitar sebagian
pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. (Arends,1997) disadur
(Tjokrodiharjo,2003).
5.
Numbered
Head Together ( NHT ) atau penomoran berfikir
bersama
Guru membagi siswa dalam setiap kelompok terdiri dari 3-5
siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi penomoran 1-5 .Kem udian guru
memberi pertanyaan yang bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam
bentuk kalimat tanya. Siswa menyatukan pandangan terhadap jawaban pertanyaan
itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. Kemudian
guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sama mengacungkan
tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh teman-teman sekelasnya.
Adapun
yang nanti akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah model STAD (Student
Team Achievement Division) karena kerjasama dalam model ini efektif dan
model ini sering digunakan peneliti dalam mengajar hanya saja bentuknya konvensional
yang mana siswa dibiarkan berdiskusi sendiri tanpa bimbingan yang insentif
juga terkadang diskusi itu didominasi oleh seorang siswa saja dan siswa yang
lain menyerahkan sepenuhnya kepada temannya. Dalam pembelajaran cooperative
learning model STAD ini siswa dibagi dalam kelompok kecil yang satu kelompoknya
beranggotakan empat atau lima orang siswa. Untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan guru, dalam pemilihan ketua ketua kelompoknya dibentuk oleh siswanya
sendiri dan setiap siswa memiliki tugas masing-masing. Peran guru sebagai
fasilitator saja dan selama siswa bekerja menyelesaikan tugas guru aktif
membimbing.
B.
Sikap
Kebersamaan Siswa
Sikap
adalah persepsi atau tanggapan individu dari suatu pandangan atau pendapat yang
diungkapkan melalui gerak tubuh atau mimik untuk melakukan langkah atau tindakan
sebagai reaksi terhadap suatu obyek Purwanto M. Ngalim (1990:141) “Sikap adalah
suatu perbuatan atau tingk ah laku sebagai reaksi atau respon terhadap suatu
rangsangan atau stimulus yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu”.
Adapun kebersamaan berasal dari kata sama atau tidak berbeda yang berarti tidak
berlainan halnya, rupanya dan sebagainya; sama-sama, kedua-duanya, semuanya.;
bersama-sama, serta, mengikuti. Awalan ke-an adalah pembentuk kata benda
abstrak dari kata keadaan, kata kerja atau kata bilangan, jadi kata kebersamaan
adalah tidak ada perpedaan yang di permasalahkan dari keberadaan setiap
individu. Dengan pengertian lain, setiap individu menerima kekurangan dirinya
sendiri juga dapat menerima kekurangan orang lain. Jadi siswa di sini dapat
berinteraksi dan bekerjasama dengan temannya, baik yang memiliki latar belakang
yang sama maupun latar belakang yang berbeda.
Dalam
kegiatan belajar penekanan terhadap sikap termasuk kedalam kelompok afektif.
Sikap-sikap tersebut diklafisikasikan dalam penerimaan, respon, nilai (value),
organisasi dan pemeranan (characteris). Jadi sikap kebersamaan termasuk
kelompok afektif, diantaranya saling membantu, menolong, bekerjasama,
menghargai, berbagi,dan mampu berinteraksi atau penyesuaian dengan lingkungan.
Sikap
adalah bagian dari kepribadian yang menurut Gagne dan Beliner dalam (Sumantri
Mulyani dan Syaodih Nana, 2006:4.27) menyatakan bahwa “Personality is the
integration of all of a person’s traits, abilit ies, motives as well as his or
her temperament, attitudes, opinions, beliefs, emotional responses, cognitive
styles, character, and moral”. Kepribadian merupakan keterpaduan seluruh
ciri-ciri individu, kemampuan motivasi sebagaimana ditampilkan dalam
temperamen, sikap, pendapat, keyakinan, respon emosional, gaya kognitif,
karakter, dan moral.
Selanjutnya
Nurkancana Wayan dan Sunartana (1986:276) engemukakan bahwa :
Sikap
yang diambil oleh seseorang didasarkan atas nilai-nilai tertentu yang
didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu yang ada pada anak, dan
perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia sekitarnya khususnya sekolah.
Apabila ada anak yang mempunyai sikap negatif terhadap sekolah, maka guru perlu
mencari cara-cara untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak sehingga
sikap negatif akan berkembang menjadi sikap positif.
Sehubungan
dengan hal di atas peneliti akan mencoba menerapkan metode cooperative
learning untuk menumbuhkan sikap kebersamaan dalam pembelajaran seni
budaya. Kata pembelajaran menurut Gagne Briggs dan Wager (1992:3)
adalah “serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya
proses belajar.” dan kata belajar menurut Witherington (1952:1965). Belajar
merupakan “… Change in personality, manifeshing it self as new pattern of
respond which my by skill, an attitude, a habit, an ability, on under standing”.
Belajar merupakan perubahan kepribadian yang dimanifestasikan dalam
pola-pola respon yang berupa ketrampilan sikap, kebiasaan, pengetahuan atau
pemahaman. Itu berarti bahwa hasil belajar melibatkan seluruh aspek kepribadian
baik aspek kognitif, afektif, maupun spikomotornya.
C.
Meningkatkan
Kebersamaan Siswa dengan Penggunaan Metode cooperative learning
Seperti
yang telah diuraikan di atas bahwa hasil dari pembelajaran adalah adanya perubahan
sikap pada diri individu. John Dewey dan Herberrt Thelan dalam
(Trianto,2007:45) menyatakan bahwa tingkah laku cooperative dipandang
‘sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai labotarium untuk
mengembangkan tingkah laku demokrasi.’ Untuk itu dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di sekolah harus mencerminkan demokrasi.
Dalam
kegiatan pembelajaran ini ada interaksi antara guru dan siswa yang saling
berhubungan dalam pengembangan aspek prilakunya dan juga dalam mengembangkan
kegiatan yang satu dengan yang lainnya, hal ini merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang aktif.
Dari
pendapat di atas, sekali lagi peneliti meyakini bahwa melalui pembelajaran cooperative
learning dapat meningkatkan kebersamaan yang kuat diantara mereka. Belajar
secara kelompok atau belajar bekerjasama dalam satu tim akan mempermudah dalam
pencapaian tujuan baik bagi siswanya maupun gurunya sendiri. Dalam belajar
tidak hanya merupakan kegiatan yang bersifat menambah ilmu pengetahuan saja
tetapi di dalamnya harus ada perubahan sikap atau tingkah laku. Dengan demikian
pembelajaran cooperative learning di dalamnya tersirat tentang
pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Na Ayudhya Art-ong Jumsai. (2009 :27) bahwa:
Tujuan
dari model pembelajaran nilai-nilai terpadu adalah untuk menolong siswa
mencapai keunggulan manusiawi atau human excellence, bukan pada dimensi
fisik dan mental tetapi juga dimensi rohani. Para murid akan mempunyai karakter
yang baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yakni kebenaran, kebajikan,
kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan.
Jadi
melalui pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran siswa
belajar untuk bisa berdampingan dengan teman sebayanya baik di sekolah maupun
di luar sekolah dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
Beberapa
pandangan yang mengemukakan pengertian belajar di antaranya “Belajar adalah
suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungannya”. (Tabrani, 1994:70) dan “Belajar merupakan proses pertumbuhan
yang dihasilkan oleh hubungan berkondisi antara stimulus dan respons” (Surakhmad,1984:65).
Dengan adanya perubahan tingkah laku yang lebih baik ini akan mampu memberikan
sumbangan pada pembangunan bangsa. Melalui pembelajaran dapat dijadikan alat
atau media untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan manusia berbudaya
dan memiliki keseimbangan akal pikiran dan perasaan. Sesuai dengan pendapat
Kamaril (2001:1) dalam makalahnya mengajukan konsep, bahwa; “Peran pendidikan
seni yang bersifat multidimensional, multilingual, dan multicultural
pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan kepribadian manusia
secara utuh”.
Sekaitan
dengan kutipan di atas, kiranya pendidikan seni memiliki peran untuk
nenumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Seperti fisik,
perseptual, daya pikir emosional, kreativitas, sosial dan etika. Dengan
menggunakan metode cooperative learning, banyak sekali temuan-temuan
yang mereka dapatkan baik kepribadiannya, wawasannya, latar belakangnya, atau
keberaniannya yang dijadikan sebagai pembelajaran untuk bisa belajar bekerja
sama, saling memahami, saling membantu untuk menjadi kelompok belajar yang
terbaik.
Dalam
hal ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana caranya untuk menciptakan
dan mengatur suasana yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan-kegiatan
belajar, sehingga akan lahir sikap kebersamaan, saling menghargai, saling
membantu, saling menerima kekurangan diri atau orang lain dan kompak di kelas
sebagai wujud dari kerja sama yang baik.
Untuk itu perlu adanya persiapan dalam
mengajar agar suasana belajar yang diharapkan dapat tercapai, karena tidak
semua siswa berminat pada satu cabang seni yang sama. Begitu juga kemampuan
siswa dalam belajar berbeda beda. Ada yang mampu belajar melalui penglihatan
atau pengamatan, melalui pendengaran, membaca, ada juga mampu belajar apabila
melakukan eksperimen sendiri. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mampu berkarya
tetapi tidak semua siswa mampu membuat sebuah karya seni karena kemampuan dan
bakat siswa yang berbeda.
Agar
terlaksana dengan baik diberi secara terpadu yang mana dalam pembelajarannya
mampu menampung semua kemampuan siswa, sehingga siswa dalam belajar merasa
tidak dipaksakan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil pelajaran seni tari
sebagai bahan penelitiannya karena menurut peneliti seni tari sangat kental
dengan kerja sama dan hubungan sosial dalam kelompoknya sangat terlihat jelas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Metode cooperative learning adalah suatu cara atau strategi dalam menyampaikan pelajaran
yang mana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang setiap
kelompoknya terdiri dari empat atau enam siswa secara heterogen baik
dilihat dari berbagai segi kemampuan maupun dari jenis kelaminnya.
- Sikap adalah persepsi atau tanggapan individu dari
suatu pandangan atau pendapat yang diungkapkan melalui gerak tubuh atau
mimik untuk melakukan langkah atau tindakan sebagai reaksi terhadap suatu
obyek.
- Tingkah
laku cooperative merupakan
dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai labotarium untuk
mengembangkan tingkah laku demokrasi. Untuk itu dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar di sekolah harus mencerminkan demokrasi.
B. Saran
Pembelajaran cooperative learning dalam pelajaran
sangat besar sekali manfaatnya. Dengan metode ini tentunya siswa dapat :
- Bergaul
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
- Belajar
memahami orang lain.
- Bersikap
lebih arif dan mandiri sehingga siswa bisa menggunakan belajar kelompok
ini di luar sekolah.
Adapun bagi guru metode ini dapat :
1.
Dijadikan variasi dalam
model pembelajaran.
2.
Mempermudah jalannya
PBM sehingga tujuan pendidikan akan mudah tercapai.
Namun hal ini haruslah didukung oleh pihak sekolah baik
sarana dan prasarana juga segala kebijakan yang mampu menumbuh kembangkan
potensi siswa, potensi guru dan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Nurwikarta, Sar’an, (2003). “Koreksi terhadap praktek
Pembelajaran Perkembangan Kreatifitas dan Mental Anak-Anak melalui Pendidikan
Seni.” Ritme Jurnal dan Pengajarannya .2 (1). 6-12.
Ngalim, M. Purwanto. (1992). Psikologi Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Nurkancana Wayan, Sunartana, P.P.N.(1986). Evaluasi
Pendidikan. Surabaya Indonesia: Usaha Nasional.
Syaodih, Sukmadinata Nana, (2004). Landasan Spikologi
Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Siregar, Syafarudiddin, (2003). Statistik Terapan untuk
Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Trianto,S.Pd.M.PD. (2007). Pembelajaran Inovasi
Berorientasi Konstruktifistik. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Trianto, S.Pd. M.pD. (2007). Model Pembelajaran Terpadu
dalam Teori dan Praktek. Surabaya: Prestasi Pustaka.
Winataputra, Udin S. (2008). Teori Belajar dan
Pembelajaran . Jakarta: Universitas Terbuka.
Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran . Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Silahkan copy paste makalah ini,, mohon cantumkan
sumbernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar